Diberdayakan oleh Blogger.
coretan busukk On Rabu, 25 Juli 2018


Selepas Hujan Reda

Waktu itu selepas maghrib, kau mengirimiku pesan untuk memastikan perihal janjimu untuk bertemu denganku. Malam itu hujan baru saja turun. Sepertinya semesta sengaja belum mengizinkan kita untuk bersua. Tetapi kau bersikeras untuk bisa bertemu dengan alasan tidak ada kegiatan apapun di rumah. Kita sepakat untuk menunggu hujan reda entah sampai kapan pun waktunya. Kita masih sibuk menentukan tempat untuk bertemu. Akhirnya setelah satu jam menunggu, hujan sudah mulai mereda. Kau memintaku untuk segera bersiap-siap menuju tempat tujuan. Aku juga memintamu untuk segera meluncur sebelum malam itu hujan datang lagi. Seperti biasa, ada kegugupan yang ku ciptakan sendiri. Malam itu aku berkutat memilih pakaian apa yang harus ku kenakan. Padahal ini hanya pertemuan ringan, sekadar makan dan berbincang. Bukan ingin menghadiri sebuah acara formal.
Setelah sekitar tiga puluh menit berkutat dengan penampilan, aku meluncur ke tempat tujuan. Kau sudah mengirimiku pesan beberapa menit yang lalu bahwa kau sudah menunggu di sana. Aku melaju dengan sepeda motorku di bawah langit malam kota yang dinginnya menusuk tulang. Bisa ku rasakan bau jalanan bercampur dengan air hujan. Jalanan tidak begitu padat sehingga aku bisa sedikit melaju dengan kencang tanpa gangguan. Tempat yang ku tuju tidak begitu jauh, hanya butuh waktu sekitar sepuluh menit saja dari rumah. Malam itu aku mengenakan baju berwarna hitam dengan celana jeans panjang. Aku lupa tidak membawa jaket atau sweater atau semacamnya karena ku pikir jarak yang ku tuju tidak begitu jauh. Ternyata di tengah perjalanan, angin selepas hujan membuatku menggigil kedinginan. Tak sampai sepuluh menit aku sampai di tempat tujuan. Ku parkirkan sepeda motorku tepat di depan tempat itu. Tempat yang ku tuju adalah sebuah tempat makan dan minuman yang agak besar di kota kami. Ku lihat kau sedang duduk di sudut ruangan dengan ditemani sebuah piring berisikan nasi dan lauknya. Kau sudah melihatku dari kejauhan.


Sebelum akhirnya aku melangkahkan kaki untuk semakin dekat denganmu, aku menarik napas panjang. Ah sialan! Ada debar yang terus saja memainkan perasaan.
Kau tersenyum ke arahku sesaat setelah aku duduk di hadapanmu.
“Langsung pesan makan di sana.” Katamu langsung menunjuk ke arah kasir.
“Aku udah makan. Kalau mau pesan minum aja juga di sana?”
Kau mengangguk.
Aku menuju ke meja kasir dengan melihat daftar menu minumannya. Dengan cepat aku langsung memesan salah satu minuman, membayar ke kasir lalu kembali duduk di hadapanmu. Aku terdiam melihatmu yang sedang sibuk menghabiskan makanan. Beberapa menit kemudian minuman pesananku datang. Bisa ku rasakan ada keheningan yang datang. Aku juga bingung bagaimana caraku untuk bisa mencairkan suasana dan menciptakan obrolan panjang. Aku masih berkutat memainkan ponselku sementara kau sudah selesai dengan makan malammu. Aku meletakkan kembali ponsel di atas meja lalu menyeruput minuman yang ada di hadapanku. Perasaanku masih berdebar. Sementara aku tidak tahu apakah kau selalu merasakan hal sama padaku. Ah, aku ingin mengumpat menghadapi diri sendiri yang selalu merasa lemah di depanmu.
“Kamu pulang kapan?” tanyamu tiba-tiba memecah keheningan.
Ku alihkan pandanganku ke arah dua bola matamu yang dalam.
“Udah seminggu yang lalu. Masih duluan kamu pulangnya.” Jawabku seadanya.
Ini merupakan kali pertama aku bertemu denganmu setelah beberapa bulan ini aku tak melihat batang hidungmu. Ini kali pertama aku bertemu denganmu setelah sebelumnya kita hanya berbincang via sosial media. Empat bulan yang lalu saat masih berkutat dengan bangku perkuliahan di kota perantauan, tiba-tiba ada pesan masuk darimu. Kau datang kembali setelah sebelumnya hubunganku denganmu sedikit agak menjauh. Sejak itu ku rasa kau sering mengirimiku pesan. Dan ternyata di liburan kali ini, kau mengajakku bertemu. Yang kemudian juga aku tahu bahwa setiap kali akan bertemu denganmu aku merasakan yang sama seperti yang dulu-dulu. Kau masih menjadi nomor satu.
“Kuliahmu semester ini gimana, Di?” tanyaku.
“Ya seperti kuliah-kuliah pada umumnya.” Jawabmu tanpa penjelasan.
Kemudian dia menanyakan hal-hal yang lain. Obrolan kita mengalir saja. Ku rasakan sudah tidak ada lagi kecanggungan yang terasa.
Kau bercerita panjang lebar tentang kehidupanmu di sana, yang kemudian juga kau terbuka perihal keluargamu dan masalah-masalah yang dihadapinya. Aku mendengarkanmu dengan saksama. Mendengarkanmu bercerita masih menjadi hal yang membuatku bahagia. Kau juga mengutarakan harapan-harapanmu di masa depan, bahkan sampai dengan rencana-rencana yang ku pikir itu sangat privasi yang seharusnya hanya kamu saja yang mengetahuinya.
“Habis lulus kamu mau ke mana, Da?”
“Kerja mungkin.”
“Kamu suka nggak kerja yang keliling-keliling ke berbagai daerah gitu?”
“Suka.”
“Kalau gitu, nanti kalau sudah berkeluarga anakmu gimana?”
Aku terdiam dengan pertanyaannya. Berpikir keras untuk apa dia menanyakan hal yang masih panjang jalannya.
“Ya itu tergantung juga sih nanti. Kamu sendiri gimana?”
“Aku lagi nyoba bisnis sekarang. Kuliah sambil berbisnis.”
“Wah, bagus dong. Bisnis apa emang?”
Dia mendekatkan tubuhnya ke arahku. Menunjukkan sesuatu di ponselnya, menjelaskan perihal apa yang sekarang sedang digelutinya.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Obrolan yang ku pikir masih harus dilanjutkan itu terhenti hanya karena tempat makan itu sudah mau ditutup. Kau beranjak dari tempat duduk. Aku mengikuti langkahmu. Sebenarnya malam itu aku masih ingin menghabiskan waktu denganmu.
“Mungkin lain waktu kita lanjutkan ya! Kamu hati-hati di jalan.” Ucapmu tepat di hadapanku sambil memintaku berjabat tangan.
Aku memandang ke dalam dua bolamu sambil mengangguk ringan. Kamu mengusap kepalaku sebentar. Ya Tuhan, ada debar yang semakin memuncak. Aku memintamu untuk pulang duluan. Ku perhatikan punggungmu yang semakin lama semakin menghilang tertutupi oleh lalu lalang kendaraan. Akhirnya, aku melaju dengan sepeda motorku menuju ke rumah. Tiba di rumah, aku mengetik pesan untukmu mengucapkan terima kasih untuk waktumu. Kamu membalasnya, aku tersenyum tiba-tiba.
Iya, terima kasih sudah bersedia berbagi cerita selama kita tak berjumpa meskipun ku tahu ada beberapa cerita dari masing-masing diri kita yang belum dibagikan. Terima kasih, karena lagi-lagi kau telah mempercepat detak jantungku hingga mencapai kecepatan akhir. Entah kapan lagi kita bisa berbagi cerita, tetapi ku harap waktu mengizinkan lagi kita untuk bersua.






Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments