Diberdayakan oleh Blogger.
coretan busukk On Jumat, 24 Juli 2015

 Kepada Senja



“Yang kau lamunkan di depan bibir pantai itu (mungkin) tak akan kembali. Tangismu sia-sia, dengan orang lain dia bahagia.”

Bisikan itu terus mengganggu—membangunkan mata hati yang terkadang menyesali apa yang sudah hilang sehingga mengetuk ingatan untuk berputar ke peristiwa masa lalu, meyakinkan diri bahwa masih ada hal yang jauh, sangat jauh lebih baik dari apa yang pernah ku miliki di kehidupan sebelumnya, meyakinkan bahwasanya hidup ini sangat luas. Sementara bisikan lain menyeruak, entah dari arah mana menyusup ke dalam bagian sudut mata hari yang lain—mencoba meyakinkan bahwa suatu saat cinta itu akan datang, cinta yang sama dengan orang yang sama, cinta yang telah hilang itu akan kembali menyapa.

Jelas aku tak akan peduli dengan semua bisikan itu. Aku masih terpaku dengan pandangan kosong ke depan. Ke arah pemandangan biru yang luas dengan cahaya jingga yang memantul ke bola mata. Di tempat ini, dulu pernah ada jejak langkah kakiku denganmu yang berjalan beriringan dengan wajah bahagia. Kemudian duduk di sebuah kursi tak jauh dari bibir pantai sambil menikmati suara gemuruh ombak hingga langit berubah menjadi petang. Masih terekam jelas di ingatan pada hari di mana aku mengabiskan waktu denganmu. Ketika waktu itu kau bercerita panjang lebar tentang hidupmu sambil sesekali mengalihkan pandanganmu ke deburan ombak sore itu. Kalimat yang waktu itu kau ucapkan hingga sekarang masih ku ingat.

“Kau tak ingin bersandar di pundakku?” Katamu dengan memandangku sekilas kemudian kau alihkan pada deburan ombak yang sangat keras.

Lalu tanpa berpikir panjang kepalaku menyender pada bahumu. Sementara tangan kananmu menggenggam jemari kiriku. Memandang matahari sore yang hampir tenggelam di ufuk barat. Sesekali saling terdiam. Aku tak banyak berbicara. Justru kau yang selalu bercerita untuk memecah keheningan dan kebosanan. Sebenarnya aku ingin mengucapkan banyak terima kasih padamu, kau tahu?

Terima kasih telah mengizinkanku melihat ke dalam hatimu. Aku tahu sesungguhnya menjelaskan lebih berat daripada mendengarkan. Maka di situlah aku, duduk mendengarkanmu sambil memandang lebih dalam ke bola matamu. Bola mata yang memantulkan semburat jingga. Aku tahu itu senja. Ada senja di matamu. Terima kasih untuk kesediaanmu membagi isi kepala. Senang rasanya bisa mengintip ke dalam sana. Tak cuma lewat candaan-candaan yang telah sesak oleh pujian. Aku pun punya sepasang yang memancar setiap kali aku menyimakmu bercerita. Aku tak punya banyak untuk ditukarkan dengan milikmu, pun tak pernah berjalan begitu jauh hingga kisahnya bisa ku bagi denganmu. Aku tak pandai berbicara seperti halnya dirimu. Sebab itulah aku duduk di situ mendengarkanmu. 

Aku tahu hidupmu. Aku tahu beratnya menjadi dirimu. Entah mengapa sebelum kau menceritakan semuanya pun aku telah mengetahuinya. Mungkin memang benar apa yang dikatakan orang bahwa, kau akan mencari tahu lebih dalam tentang seseorang yang sangat kau kagumi bahkan sampai ke sudut-sudutnya. Namun sayangnya kau tak begitu memahami tentang diriku. Justru aku yang mengetahui apapun soal dirimu. Maka setelah mendengar cerita senang dukanya kehidupanmu, aku ingin menjadi seseorang yang bisa setiap waktu ada di hari-harimu, aku ingin menemanimu, aku ingin melakukan apapun asalkan aku masih bisa bersamamu. Impian terlalu mewah atau bukan tapi aku ingin berusaha selalu ada. Namun sayangnya kenyataan itu belum sesuai dengan apa yang ku inginkan.

“Diamlah!”
 
Bisikan itu bersuara memecah lamunanku, meminta pikiran untuk tidak kembali ke masa itu. 

Sedetik kemudian aku tersadar. Dan suara gemuruh ombak itu kini terdengar jelas di telinga. Angin berhembus agak kencang. Matahari hampir kembali ke peraduannya. Petang akan segera tiba.

Namun seperti biasanya, ada bisikan lain yang menolak. Ia ingin meminta pikiranku untuk tetap kembali mengingat kejadian masa lalu. Aku sudah paham dengan ini, maka aku berusaha untuk tidak peduli dengan suara-suara yang entah datang dari arah mana. Tiba-tiba ada sesuatu yang ingin berusaha meyakinkanku.

Seseorang yang kau anggap senja tak pernah sekalipun melihatmu yang sedang berdiri menikmati keindahannya. Maka berjalan sajalah, sampaikan padanya bahwa saat ini kau bisa menikmati keindahan yang lain yang akan membuatmu bahagia. Sampaikan saja, kau lebih bahagia ketika dia tak ada.

Aku tahu itu bisikan yang menyuruhku untuk diam. Dan entah bagaimana, seketika itu juga aku berdiri dari tempat dudukku. Memandang matahari yang beberapa detik lagi akan tenggelam, meninggalkan warna indah di langit yang akan berubah menjadi petang.

Kepada senja, ku titipkan sebuah berita. Aku lebih bahagia ketika tidak lagi bersama.

Kamis, 23 Juli 2015





Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments