Diberdayakan oleh Blogger.
coretan busukk On Sabtu, 21 Januari 2017


Gerimis, pukul 6 pagi
Tak ada yang bisa diajak berbincang. Sementara langit masih saja gelap, angin berhembus menyelinap di antara jendela-jendela rumah yang sudah terbuka. Sementara yang lain, di luar gerimis turun yang barangkali membuat orang enggan untuk sekadar keluar menikmati udara pagi yang belum tercampur oleh udara-udara orang yang suka mengumbar janji, pengkhianat, pendusta atau apapun itu namanya. Lampu-lampu kota terabaikan belum dimatikan, berdiri di sepanjang jalan menanti orang datang. Pagi itu kau rasakan seseorang dari kejauhan menggeliat dalam dirimu dan merasuki seluruh pikiranmu. Kau berdoa : Semoga segala rasa yang datang, meskipun menyakitkan akan ada keindahan yang diselipkan. Ya, barangkali seperti itu.
Kadang-kadang kau pikir, sulit sekali untuk meminimalkan rasa. Ketika pada suatu hari kau berusaha untuk melupakan dan menganggap bahwasanya kau tak pernah menumbuhkan perasaan yang ada dalam hatimu. Lalu ternyata, kau malah terjebak dan rasa tiba-tiba menjadi sesuatu yang rumit. Seringkali berpikir bahwa rasa yang ada akan tetap tinggal entah sampai kapan. Namun sungguh, rasa adalah sesuatu yang tak bisa kau terka. Yang harus kau yakini adalah, akan ada suatu masa di mana rasamu mengalami kadaluwarsa.
Kau tahu bagian yang paling menyedihkan? Membiarkan rasamu terus ada meskipun tahu bahwa rasa yang kau punya itu sia-sia. Coba pikirkan sejenak, kau bisa saja melenyapkannya asalkan kau berusaha untuk meniadakannya. Sebab seringkali bukan tak bisa melenyapkan, hanya saja memang masih dibiarkan untuk selalu ada. Lalu, apa lagi selain ini? Iya, merasakan kecemburuan padanya, padahal tahu kau bukan apa-apa di matanya. Rasa cemburumu itu sebenarnya salah satu bentuk kekhawatiranmu akan kehilangannya. Kehilangannya sebagai apa? Coba mulai sekarang buka pikiran dan hatimu lebar-lebar, sadarkan! Kau juga terus menahan sesak ketika tahu bahwa kau tak bisa memperlakukannya seperti kau memperlakukan orang lain pada umumnya. Kau terus menahan sesak ketika tahu bahwa, ada orang lain yang lebih akrab dengannya. Kau terus menahan sesak di dada yang tak bisa lagi bagaimana cara mengutarakannya.
Pukul enam pagi, gerimis masih menyelimuti.
Kau terus berdoa barangkali hujan rintik-rintik itu akan membawa doamu mengangkasa ke semesta melalui angin yang berhembus lewat celah-celah jendela yang terbuka. Semoga kesedihan akan sebuah rasa yang terus menyesakkan dada akan lekas memudar, menghilang bersamaan dengan angin yang terbang entah kemana.

Pukul enam pagi, barangkali kau butuh teh segelas lagi.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments