- Home »
- Kota Istimewa (2)
coretan busukk
On Jumat, 16 Maret 2018
Kota Istimewa
(2)
Barangkali aku sudah pernah bercerita
padamu beberapa tahun yang lalu tentang kota yang saat ini jadi tempat
perantauanmu. Usiaku tujuh belas tahun waktu itu—liburan semester empat sekolah
menengah atas, ketika masih menjadi remaja labil perihal memilih tujuan masa
depan, pun terlalu dini mengenal kisah percintaan. Halah, itu sesuatu hal yang
sangat klise! Sore itu hujan turun dengan sangat deras. Aku menginjakkan kaki
untuk kali pertama di tempat itu. Perjalanan hari itu lama sekali, sesaat
sebelum adzan maghrib berkumandang, aku sudah menyusuri salah satu gang di
salah satu pusat perbelanjaan di bawah langit kota yang hitam.
Malam hari selepas hujan turun, aku
berkeliling di sepanjang koridor jalan yang menjadi salah satu citra kawasan di
tempat itu. Aku yang belum tahu soal penataan kawasan perkotaan tak paham betul
kenapa tempat semacam itu selalu menjadi daya tarik bagi para pengunjung dari
berbagai penjuru kota. Yang ku tahu mungkin ada banyak sekali pusat oleh-oleh
dan perbelanjaan sehingga menjadi sebuah pusat sentral bisnis kota (Central Business District). Waktu itu
belum se rapi sekarang, ketika jalur pejalan kaki digunakan sebagai ruang
parkir dan pedagang kaki lima menjalar kemana-mana. Rasanya tak enak dipandang.
Namun bukan berarti penataan sekarang sudah sesuai dengan kenyamanan pendatang,
hanya saja memang sudah lebih baik dari pertama kali aku berkunjung. Entahlah,
sebenarnya aku tak begitu paham urusan begituan. Tempat ini memang selalu
hidup, tak pernah sepi oleh pengunjung. Barangkali juga menjadi sebuah tempat
kebanggaan di kota yang sekarang menjadi tempat singgahmu. Sejak itu juga,
entah bagaimana pun ceritanya aku mulai bertukar pesan lagi padamu. Malam itu
juga pesanmu datang, menemaniku sampai tengah malam.
Aku membawakanmu satu kaos khas jogja
katanya, padahal sepertinya sama saja seperti kaos-kaos di kota tempat
tinggalku. Aku tidak berani memberikannya langsung padamu, jadi ku titipkan
saja. Barangkali juga itu satu-satunya barang yang bisa ku berikan sebelum
akhirnya kita memilih jalan masing-masing. Aku tak ingin menganggumu lagi. Namun
ternyata dugaanku salah. Salah besar!
Sudah hampir empat tahun sejak aku
menceritakannya. Aku pernah merapal harapan, barangkali suatu saat aku bisa kembali
lagi ke kota itu bersama orang yang istimewa juga. Kota yang sekarang menjadi
tempat kau meraih masa depan dan menggantungkan harapan itu sudah menjadi salah
satu kota favoritku jauh sebelum aku tahu bahwa kau juga menyertakan tempat itu
di daftar tujuan hidupmu. Aku tidak tahu apa yang sudah aku lakukan selama
beberapa tahun belakangan ini, kenikmatan tak terhingga yang Tuhan berikan
seperti selalu memberiku kekuatan dan kemudahan. Atas segala harapan yang
selalu bersemayam, kau terus saja membuatku ingin kembali pulang. Kali ini
terbawa lagi langkahku ke sana. Izinkan aku untuk selalu bisa berkunjung ke
kotamu, menemuimu kemudian menghabiskan waktu. Bawa aku jalan, kemana saja
menyusuri kota di bawah pongahnya suasana sekitar. Aku tak peduli berapa pun
waktu yang aku lewatkan, asalkan denganmu saja aku tenang. Kota istimewa, aku ingin
terus kembali menikmati hari demi hari bersamamu sampai entah kapan batas
waktunya. Semoga hari ini dan seterusnya, kota ini selalu menjadi salah satu tujuan
kita berdua berbagi kisah suka dan duka.
Namun yang meski kau paham, barangkali
aku bukan sebaik-baiknya orang. Jika memang suatu saat kau mendapatiku seperti
tidak lagi menjadi orang yang peduli, percayalah sesungguhnya aku hanya sedang
menyembunyikan cemasku sendiri. Seharusnya kau juga sudah mengerti, aku memang
tak peduli perihal berapapun waktu yang sudah ku habiskan, nyatanya kau masih
tak tergantikan. Semoga kau pun paham, bahwa di dadaku selalu saja ada debar
yang kau ciptakan setiap kali kita bersua. Tak usah kau tanyakan lagi, tetaplah
di sisi.
Yogyakarta berhati nyaman, itu slogan
kotamu, kau tahu? Tetapi hatimu tetap tempat yang paling nyaman. Aku bukan
sedang memberimu pujian. Maaf, aku memang berlebihan. Tetapi tunggu aku
berkunjung ke kotamu untuk sekadar menemuimu di sela-sela waktu yang tak
semudah dulu.