- Home »
- Menunggu Karma
coretan busukk
On Sabtu, 07 Maret 2015
MENUNGGU KARMA
-Menunggu karma membalasmu, aku menunggu karma membalasmu- Nidji
Senja
menemaninya sejak tadi. Ia terus berjalan menyusuri sudut kota yang mulai
gelap. Kendaraan berlalu lalang dengan riangnya. Angin berhembus, membelai
halus rambutnya yang dibiarkan menutupi pundak. Ada taman di depan sana. Dengan
cepat ia melangkahkan kaki dan duduk di bawah lampu taman yang sudah mulai
dinyalakan. Napasnya terengah-engah. Ia terdiam memandangi ramainya kendaraan
dan orang yang lewat. Hatinya pedih, tubuhnya lelah, air mata mulai membasahi
pipinya yang lembut. Tega sekali orang itu melakukan hal ini kepada dirinya.
Sudah sejauh ini namun tak pernah sampai. Orang itu memutuskan pergi. Meninggalkan
dirinya ketika sudah terlanjur menyayangi, terlanjur memberikan seluruh hati
kepadanya. Menyakitkan, semua kenangan yang sudah ia alami bersamanya terasa
menyakitkan saat ini. Ingin rasanya waktu diputar kembali. Agar perasaan ini
tak akan pernah ia biarkan tumbuh sesukanya, agar ia bisa mengendalikan diri.
Tetapi nyatanya, waktu tak akan pernah kembali. Mengapa waktu begitu seenaknya
mempermainkan? Mengapa waktu membiarkan dirinya terjebak dalam harapan
kosongnya? Pikirannya bertanya-tanya. Pertanyaan yang bahkan tak bisa terjawab.
Karena memang seperti ini kenyataannya.
Dia
tak bisa membencinya, meskipun hatinya telah terluka karenanya. Bagaimana bisa
membenci orang yang terlanjur ia cinta? Ia hanya kecewa. Orang itu hadir dalam
hidupnya, memberikan perhatian dan harapan, tapi kemudian pergi meninggalkannya
tanpa sempat mengucapkan kata pisah. Tanpa sempat ia mengungkapkan perasaannya.
Dia masih bertanya-tanya. Apakah orang itu akan mendapatkan balasan atas
perbuatannya? Apakah karma itu benar-benar ada? Jika benar, maka ia akan
menunggu karma membalasnya. Dia tahu, Tuhan Maha Adil. Satu hal yang harus ia
lakukan, memaafkannya dan melupakan ingatan bersamanya.
Hatinya
masih pedih, namun airmata tak lagi membasahi pipinya. Langit sudah semakin
gelap. Dia berdiri dari bangkunya lalu melangkah pergi meninggalkan taman itu.
Pandangannya kosong, tali sepatunya dibiarkan lepas menggesek kasarnya jalanan
trotoar. Seseorang menyentuh pundaknya dari belakang, membuatnya menoleh.
Hatinya terkejut, pandangannya lurus pada kedua bola mata orang yang
menyentuhnya. Pandangan yang mengandung kekecewaan dan kemarahan. Orang itu
juga memandangannya, pandangan mata yang mengandung rasa bersalah. Rendra,
orang itu datang.
“Nova”
ia memanggil namanya dengan lembut.
Namun
dia hanya terdiam. Ia sudah menerka apa yang akan ia ucapkan. Meminta maaf? Omong
kosong. Dia berbalik dan dengan cepat melangkahkan kaki meninggalkan orang itu.
Ia tak peduli meskipun namanya berulang kali dipanggil. Jika orang itu bisa
pergi, maka ia juga bisa pergi. Sekali lagi, dia akan menunggu. Menunggu karma
membalas atas apa yang sudah orang itu lakukan padanya.
R. Andriani
keren
BalasHapus