- Home »
- Malam di Akhir Bulan
coretan busukk
On Senin, 12 Maret 2018
Malam
di Akhir Bulan
Aku
sedang mengeja deretan kenangan yang disajikan oleh sepi. Di bawah langit hitam
itu jalanan nampak ramai oleh kendaraan yang berlalu lalang. Aku memasuki
sebuah gang dengan cahaya yang remang-remang. Gang yang diapit oleh
bangunan-bangunan berlantai lebih dari dua. Aku masuk melalui pintu pagar salah
satu gedung itu. Sudah banyak sekali kendaraan yang terparkir. Pun suara riuh
orang-orang yang sedikit menganggu telingaku. Aku masih duduk di atas sepeda
motor. Memerhatikan salah satu gedung yang ada di sana. Di lantai tiga. Itu dia
seseorang ada di sana. Aku bersama seorang teman yang ku paksa untuk
menemaniku. Dia merajuk minta segera menuju ke atas gedung. Sementara aku tidak
mau sebelum acara itu dimulai. Berulang kali aku membuka botol air mineral yang
ku bawa dari rumah. Barangkali bisa untuk sedikit meredakan detak jantung yang
sudah mulai sulit untuk dikendalikan. Rasanya sama saja. Sesaat sebelum aku
memutuskan untuk melihatnya, ada sesuatu yang terus saja memainkan perasaan.
Aku kemari dengan diam-diam. Mungkin itu sebabnya ada sedikit kekhawatiran jika
ternyata di tengah jalan aku bertemu dengannya. Temanku duduk di musholla yang dekat dengan
tempat parkir. Aku menyusulnya. Saling diam beberapa saat melihat riuh
orang-orang yang antusias menuju ke atas. Tiba-tiba aku ingin pulang—tidak mau
melihatnya berbicara di atas panggung, padahal sudah sekian lama aku tidak
pernah melakukannya. Tetapi aku sudah jauh-jauh pulang ke kota ini untuk sekadar
bisa melihatnya tampil di depan banyak orang. Jika saja dia tahu, malam itu aku
cemburu. Sebab seseorang yang lain juga datang di acara itu.
Barangkali
waktu menuju dimulainya acara, akhirnya aku masuk ke ruangan itu. Menaiki satu
per satu anak tangga untuk sampai di lantai tiga. Sebelum menuju ke ruangan,
aku bertemu dengan salah satu teman sekolah dulu yang menjadi panitia di acara
itu. Dia memberikan tiket masuk yang sudah ku pesan dari jauh-jauh hari. Kita
mengobrol sebentar kemudian masuk ke ruangan. Beberapa langkah setelah memasuki
ruangan itu, ku dapati dia sedang berdiri di baris belakang. Jantungku berdetak
lagi lebih kencang. Pandanganku langsung tertuju ke arahnya. Dia mendatangi langkahku.
Namun sebelum itu, dia sudah terlebih dahulu menyapa temanku yang selangkah
lebih depan daripada aku. Aku menyapanya. Seperti ada raut muka penuh tanda tanya
kenapa malam itu aku datang. Dia mempersilakanku dan temanku duduk di baris
belakang, mengobrol sebentar kemudian dia bergegas kembali bersama
teman-temannya.
Aku
tahu dibalik rasa keinginanku untuk bertemu, ada seseorang lain di ruangan ini
yang juga ingin melihatnya. Malam itu ku rasa dia tidak tahu jika aku mengetahui
seseorang itu duduk di kursi paling depan. Tiket spesial! Padahal sama saja. Entah
sebelum ini mereka sudah saling menyapa atau belum, aku tidak tahu. Tidak mau
tahu! Malam itu aku hanya ingin melihatnya, cukup itu saja. Perihal ada
seseorang yang lain yang juga ingin melihatnya, bukan urusanku. Dia menuju ke
atas panggung beberapa menit kemudian. Riuh suara dan tepuk tangan dari
penonton sedikit membuatku lega. Ku pikir malam itu dia sempurna. Meskipun aku
tidak begitu jelas melihat raut mukanya, tetapi setidaknya aku masih bisa
mendengar suaranya yang menggema seisi ruangan. Dia duduk di kursi yang ada di
panggung. Sangat dekat dengan orang itu, aku tahu. Malam itu setelah acara
selesai, ku putuskan untuk segera pulang karena aku tidak ingin melihat suasana
yang barangkali membuat hatiku sedikit tidak tenang. Padahal sebelum memasuki
ruangan ini pun, aku sudah tidak tenang. Aku cemburu, tetapi bahkan malam itu
aku tidak mengerti bagaimana mengungkapkan perasaanku kepadanya yang sudah
terhimpun beberapa lama. Aku cemburu, sebab itu aku tidak mau tahu malam itu
dia dihampiri seseorang itu atau tidak. Aku cemburu, sebab itu aku memilih
melangkahkan kaki secepat mungkin meninggalkan ruangan itu. Maaf, malam itu aku
benar-benar cemburu mengetahui seseorang lain masih saja memikirkanmu, sampai
sekarang!