Diberdayakan oleh Blogger.
coretan busukk On Rabu, 24 Mei 2017

Sumber : google.com

Akhirnya kita bertemu di Stasiun Tugu Siang itu
Bunyi nyaring seruling kereta yang ku naiki siang itu terdengar cukup keras. Aku berdiri dari tempat duduk yang sudah setengah jam yang lalu merasa tempat ini begitu pengap. Bukan hanya karena gerbong ini tidak memiliki pendingin ruangan, tetapi juga para penumpang yang berdiri di sepanjang lorong kursi karena tidak kebagian tempat. Bunyi nyaring itu semakin menjadi tatkala kereta yang ku naiki hampir sampai di tujuan pemberhentian stasiun terakhir. Aku melangkahkan kaki mendekati pintu. Beberapa detik kemudian kereta berhenti lalu diikuti oleh terbukanya pintu-pintu kereta api. Aku melangkahkan kaki keluar, ku pandangi sekitar dan terasa asing. Apa benar ini stasiun yang ku tuju? Beberapa bulan yang lalu pernah menginjakkan kaki di sini nampaknya stasiun ini tidak seperti yang ku lihat sekarang ini. Ah, mungkin ada renovasi, batinku. Ku ambil ponsel di tas kemudian ku cari namanya. Ku katakan bahwa aku telah sampai di stasiun. Ternyata dia sudah menunggu di depan pintu masuk. Aku berjalan menuju pintu keluar. Seperti biasa, banyak yang menawarkan jasa angkutan. Ku lewati saja tanpa memedulikan. Sementara siang itu matahari cukup menyengat di kepala. Langkahku semakin dekat menuju pintu masuk stasiun sembari menelusuri satu per satu di mana keberadaan orang itu. Langkahku tidak begitu cepat, tetapi debar jantung yang ku rasakan bergerak dengan cepat. Perasaan macam apa ini! Akhirnya aku menemukannya sedang duduk di antara orang-orang paruh baya. Dia sedang memainkan ponselnya. Ku hampiri dia lalu ku hentikan langkahku tepat di hadapannya. Tanpa mengucapkan apapun, dia melihatku kemudian kita saling tersenyum. Akhirnya, kita bertemu di Stasiun Tugu siang itu. Dia beranjak dari tempat duduk, ku ikuti langkahnya dari belakang. Siang itu dia memakai kemeja lengan pendek berwarna cokat dengan celana jeans panjang. Aku menyusul langkahnya hingga aku berjalan di sampingnya. Kita melaju menggunakan sepeda motornya di bawah langit cerah Kota Yogyakarta.
Sesekali kita mengobrol. Sementara detak jantungku masih sama, ada debar yang entah datang dari mana. Sementara yang lain, aku tidak pernah tahu apakah dia juga merasakan hal sama. Dia memarkirkan motornya di kawasan Malioboro, kemudian menyusuri satu per satu gang untuk menemukan tempat penginapan. Sesekali dia menggandeng tanganku, aku tidak bisa menolaknya sebab aku juga tidak ingin kehilangan langkahnya di tempat sepadat macam Malioboro itu. Kita membutuhkan waktu tidak lebih dari satu jam sebelum akhirnya menemukan tempat untuk bermalam.
Beberapa tahun yang lalu aku pernah berharap bisa menikmati dan menyusuri kota istimewa ini dengan orang istimewa. Mungkin hari itu jawaban atas harapanku atau bukan, tetapi aku ingin mengucapkan terima kasih padanya karena hari itu aku merasa bahagia bisa berdua saja dengannya. Aku tak pernah tahu mengapa dia selalu terlihat memesona di hadapanku atau aku saja yang terlalu lemah merasakan jatuh untuk ke sekian kalinya. Kita menuju tempat lain yang sudah dijanjikan. Seperti biasa, tak ada obrolan begitu panjang yang kami ciptakan. Aku hanya terdiam duduk di belakang sambil menikmati pongahnya suasana sekitar. Sementara itu, ku biarkan dia terus saja berkonsentrasi dengan laju sepeda motornya. Namun tak jarang juga, sesekali aku atau dia berbicara untuk sedikit memecah keheningan. Hari beranjak sore dan hujan turun selama beberapa menit ketika aku dan dia baru saja menikmati makan di salah satu tempat makan di sana. Kita menunggu hujan reda.
Kota ini terlalu luas untuk dijelajahi dalam waktu satu hari. Malam itu ketika hujan baru saja turun, dia mengajakku menikmati suasana di pusat kota. Aku sedikit mendekatkan kedua tanganku di pinggangnya karena malam itu ku rasakan dingin yang sedikit menusuk tulang. Dia mengajakku mengelilingi kampusnya, menelusuri satu per satu gedung-gedung yang kita lewati yang berdiri megah di sana. Kemudian dilanjutkan menuju cluster indekosnya. Sekitar pukul delapan lewat tiga puluh menit, dia mengajakku kembali ke Kawasan Malioboro. Kita menghabiskan malam di sana. Aku hanya ingin mengatakan sesuatu untuknya. Bukan tentang mau ke mana tujuannya, tetapi dengan siapa aku menghabiskan waktuku. Sebab bukan tempat yang menjadi utama, tetapi waktu bersamanya lah yang menjadi tujuannya. Malam itu ku rasakan debar yang luar biasa karena ku rasa aku dan dia begitu dekat sampai-sampai tak ada jarak!
Lalu setelah pertemuan itu, ku rasakan rindu yang terlalu. 

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments