- Home »
- Hari ke Sekian
coretan busukk
On Sabtu, 16 Januari 2016
Hari
ke Sekian
Hati
yang gamang karena tak tahu bagimana memaknai sebuah kedatangan dan jantung
yang berdebar memainkan perasaan. Entah sudah berapa kali aku menolak
bahwasanya aku hanya mengaguminya, tidak lebih. Jangan salah paham dengan makna
mengagumi, kau tahu? Ada banyak arti dibalik kata tersebut. Mengagumi bukan
hanya fisik saja, melainkan dengan sikap atau perbuatannya, tutur katanya, atau
bahkan tindakan-tindakan konyol dari seseorang. Aku hanya kagum. Setiap kali
melihat tingkahnya yang selalu membuatnya memesona di hadapanku. Dia dekat,
sangat dekat. Tapi bahkan aku tidak tahu bagaimana cara untuk menatap matanya.
Ini
hari ke sekian. Di mana di setiap malam yang tanpa bintang, aku selalu ingin
berpuisi tentang sosoknya, tentang orang yang telah membuatku bangun dari tidur
panjang tentang cinta. Aku selalu ingin mengabadikannya lewat tulisan, sang
pemilik debar jantung, yang membuatku bingung menghadapi gejolak perasaan dan
sibuk mengatur debar. Lalu, apakah ini masih disebut dengan kekaguman?
Ini
hari ke sekian, di mana aku semakin menyadari bahwasanya dia sangat mencintai
perempuannya. Dan aku merasa berdosa jika masih saja menumbuhkan harap,
membiarkan perasaan ini jatuh sedalam-dalamnya, aku merasa berdosa. Namun aku
juga tidak bisa menghindar oleh sikap baiknya yang terkadang membuatku ada
sesuatu yang berbeda. Tatapan matanya saat sedang berbicara terkadang membuatku
terpesona, aku ditebas oleh sedikit perhatiannya. Sedikit saja! Aku selalu
meluruskan apa yang ada di pikiran, bahwa tak ada sikap istimewa yang dia
lakukan untukku. Dia hanya menganggapku teman, tidak lebih. Dan aku tidak ingin
menjadi seseorang yang menganggu hubungan dia dengan kekasihnya. Aku ingin
diam, mengubur dalam-dalam perasaan yang selama ini aku sembunyikan. Tenang!
Akan ku bunuh rasa itu perlahan, terus-menerus sampai ia benar-benar mati.
Aku
bersikeras merapikan harapan. Sebab ku tahu ada sesuatu yang menghalangiku. Kadang
aku cemburu jika ada orang yang lebih bisa dekat dengannya dan tertawa
bersamanya. Aku belum bisa, mendekat saja rasanya ada sesuatu yang menghantam
dada. Jantungku berdetak lebih cepat daripada biasanya. Aku tidak ingin dia
mengetahuinya. Aku terlalu pecundang. Melihat senyumnya dan tetap bisa
berbicara padanya layaknya teman biasa adalah sebuah kebanggaan luar biasa. Jika
belum bisa menjadi orang yang istimewa untuknya, Tuhan, bolehkah saat ini aku menjadi
teman dekatnya?
Ini
hari ke sekian, kau tahu? Jika boleh aku berbicara jujur padamu, aku suka
melihatmu tersenyum.