- Home »
- Senja Bercerita
coretan busukk
On Selasa, 21 April 2015
Senja Bercerita
Tempat
ini sangat menyenangkan dan iklimnya sejuk. Kakek dan cucunya itu duduk di
padang ilalang yang agak luas. Tak jauh dari padang ilalang tersebut, terdapat
sungai di samping kiri dengan airnya yang jernih dan busanya di mana-mana di
tiap lekuk baku yang menghalangi arus. Mereka
tengah melepas letih karena seharian bekerja. Cucunya itu selalu membantu kakek
melakukan pekerjaan sawahnya sepulang sekolah. Rumah mereka agak jauh dari
tempat itu, bersandar di dinding lembah, berdiri di atas tiang-tiang kayu yang
besar-besar.
Kakek
itu menyandarkan kedua tangannya ke belakang diikuti oleh cucunya. Memandang
langit sore untuk menunggu senja datang. Belum ada percakapan, diam. Suara
keras aliran sungai itu menambah keheningan di antara mereka. Cucu itu
memandang ke atas, melihat sekelompok burung yang terbang dengan barisan teratur.
“Kek,
mengapa burung terbangnya bergerombol?”
Kakek
itu terdiam, masih melihat sekelompok burung itu yang kini perlahan terbang
mendekati mereka.
“Karena
mereka akan merasa berat dan sulit jika terbang sendiri.”
“Mengapa
seperti itu, kek? Bukankah terbang sendirian lebih bebas?”
Kakek
itu tersenyum.
“Kepakan
burung yang di depan akan memberi daya dukung untuk terbang bagi burung di
belakangnya.”
Cucu
itu masih belum puas dengan jawaban kakeknya. Dia melihat sekelompok burung itu
yang kini mulai terbang menjauh tertutup awan.
“Tapi
kek, ada satu yang terbang paling depan. Apakah yang paling depan itu
pemimpinnya kek? Kalau benar, pemimpinnya itu tidak mendapat daya dukung untuk
terbang dari kawan-kawannya, seolah-olah dia terbang sendirian.
“Begini
nak. Memang benar, mungkin yang paling depan itu adalah pemimpinnya. Tapi
apakah pemimpin selalu ada di depan? Kalau sewaktu-waktu pemimpin itu sudah
lelah, maka burung yang di belakangnya akan menggantikan posisinya. Sehingga
pemimpin itu juga akan merasakan mendapatkan daya dukung dari kawannya, begitu
seterusnya.”
Cucu
itu terdiam. Mencerna jawaban dari kakeknya. Kakek itu juga diam. Terkejut dengan
jawaban dirinya. Kakek itu hanya seorang petani, bukan seorang guru yang
menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh muridnya. Dia menyadari
sesuatu. Pikirannya tiba-tiba berputar menaiki mesin waktu jauh ke masa lalu,
menjelajahi lorong waktu. Dia ingat, dahulu dia suka sekali dengan membaca dan
mendengarkan cerita-cerita dari ayah atau guru mengajinya. Sehabis mengaji, ia
sempatkan datang ke rumah gurunya untuk sekadar membaca satu buku. Waktu itu
buku yang terkumpul masih sedikit. Terkadang, di sela-sela membaca buku,
gurunya itu menceritakan sesuatu, salah satunya adalah tentang pertanyaan yang
di ajukan oleh cucunya tadi. Kejadian itu masih melekat erat di pikiran kakek
meskipun sudah berlalu puluhan tahun.
Kakek
itu memandang cucunya sambil tersenyum. Panasnya matahari sudah tak begitu
menyengat tubuh mereka, sebab hari sudah semakin sore. Tetapi keduanya belum
juga beranjak untuk pulang. Mereka menunggu matahari terbenam. Bagi kakek,
melihat matahari terbenam membawa kenikmatan tersendiri olehnya, begitupun
dengan cucunya. Mereka terdiam dengan pikiran masing-masing.
Pandangan
mereka beralih pada kereta api yang tiba-tiba melintas. Beberapa kilometer dari
padang ilalang itu, terlihat rel kereta api yang memanjang. Kereta itu nampak
kecil tapi berjalan lambat dari sini. Cerobong asapnya yang hitam pekat itu
terlihat membumbung ke atas. Mata kakek dan cucu itu mengikuti arah kereta yang
perlahan menghilang di balik hijaunya pepohonan.
“Mungkin
hidup akan secepat laju kereta itu, nak.” Ucap kakek dengan suara yang agak
pelan.
Cucunya
bingung menatap kakeknya.
“Mengapa
seperti itu kek? Kereta itu tampak berjalan lambat dari sini.”
Kakek
itu tersenyum kepada cucunya. Lalu menjelaskan pertanyaan cucunya.
“Seperti
kereta yang tampak melaju dengan pelan dari sini. Tetapi sebenarnya sangat
cepat jika kita berada di dalam kereta itu. Hidup ini kelihatannya lama, tetapi
sebenarnya sangat cepat. Hidup ini cepat, keras dan penuh perjuangan. Lihatlah
waktu yang berangsur-angsur petang, padahal belum cukup lama kita berada di
sini. Jangan menganggap waktu kita masih panjang. Sebab kita tidak pernah tahu
apa yang akan terjadi ke depan.
Kakek
itu terdiam sejenak.
“Kau
sudah besar sekarang, Nak. Pasti kau sudah paham apa yang ku ucapkan barusan.”
Ucap kakek sambil mengusap kepala cucu itu.
Cucu
itu mencerna perkataan kakeknya yang membuatnya mengingat ucapan ayahnya.
Ayahnya yang sudah pergi untuk selamanya. Ayahnya yang juga selalu memberikan
dorongan kepadanya bahwa hidup ini keras. Waktu ini berputar sangat cepat, maka
manfaatkan sebaik mungkin dan teruslah berusaha untuk menjelma menjadi manusia
yang berguna dalam setiap detik yang ada. Berbuat baik kepada sesama meskipun
kebaikan itu belum tentu dibalas. Akan tetapi kelak, kebaikan itu akan dibalas
sendiri oleh Tuhan. Sebab Tuhan tak pernah melupakan kita.
Matahari
itu hampir kembali ke peraduannya. Memperlihatkan semburat merah jingga yang
menakjubkan, senja. Dingin mulai terasa, sebab angin berhembus dengan
kencangnya. Suara aliran sungai menambah kenikmatan suasana.
“Aku
belum besar kek. Aku masih 12 tahun. Tapi aku memiliki mimpi yang besar.
Kek,aku ingin menjadi orang yang berguna. Membangun kampung kita ini kek.
Apakah impianku ini terlalu besar untuk anak yang hanya dari seorang keluarga
yang serba kekurangan?”
Mendengar
ucapan cucunya, seketika ada yang menghempas dalam dada. Kakek itu terharu.
Impian yang mulia.
“Selama
kau memiliki Tuhan, impian sebesar apapun akan terwujud nak. Sebab Tuhan ..
“Tuhan
tak pernah melupakan kita. Bukankah begitu kek?”
“Benar,
maka jangan sekalipun melupakan Tuhan. Rajinlah belajar nak!”
Matahari
sudah tenggelam. Menyisakan warna jingga tua di langit. Kakek itu beranjak dari
duduknya.
“Senja
sudah hilang, mari pulang!”
Satu
hal yang akan terus diingat oleh cucu itu adalah bahwa mempunyai impian adalah
hak setiap orang. Selama memiliki Tuhan dan percaya akan adanya Tuhan, maka
semuanya tidak ada yang tidak mungkin. Tuhan tidak pernah lupa. Tuhan ada dan
akan selalu memberi apa yang manusia butuhkan.
6 April 2015