- Home »
- Bagaimana Kabarmu?
coretan busukk
On Kamis, 15 Oktober 2015
Bagaimana
Kabarmu?
Aku
menulis ini bukan masih berharap kepadamu, hanya saja—aku masih ingat satu
tahun yang lalu.
“Kau
bercerita tentang malam Oktober setahun yang lalu, ketika perpisahan
dilambaikan dengan hangat tapi tetap membuatmu menggigil.”
Aku
sedang duduk di sini, tempat di mana aku pernah bersamamu menunggu matahari
terbenam sembari memandang langit dan memikirkanmu sedang apa di tempat yang
tidak bisa ku jangkau. Meskipun aku tahu betul mungkin aku-lah seseorang yang
benar-benar ingin kau lupakan. Namun aku masih mengimani bahwa mungkin saja
kamu masih teringkat tentang kita.
Ku
tatap dengan lembut fotomu yang masih ku simpan di ponsel. Foto siluet dirimu
yang ku ambil saat kita sedang duduk bersama menunggu malam tiba. Tubuhmu
membelakangi cahaya, sehingga yang ku dapat hanya lekuk wajahmu. Namun foto itu
begitu sempurna, warna senja kemuning yang begitu elok menghiasi di belakangnya,
membuatku kembali mengenangmu. Entah, aku tidak tahu apakah saat ini kau masih
sama seperti foto yang saat ini masih ku lihat. Sebelum kamu pergi setahun yang
lalu, gaya rambutmu begitu memesona—dengan cukuran tipis di samping kanan kiri
dan agak tebal di bagian tengahnya. Kau masih memelihara tubuhmu yang agak
gemuk. Aku suka melingkarkan jari tanganku ke pergelangan tanganmu yang tak
pernah utuh lingkarannya. Sebab tanganmu memang lebih besar dariku. Berbeda
denganmu, aku lebih kurus. Dahulu kau suka mengejekku yang memiliki pergelangan
tangan yang kecil. Kau pun suka memegang tanganku untuk dibandingkan denganmu.
Itu hal lucu yang selalu kau lakukan, dan aku menyukainya.
Aku
tahu, kau suka dengan hal-hal yang berhubungan dengan komedi. Sehingga apapun
yang ada di hadapanmu, kau selalu bisa membuat lelucon. Aku tak bisa menahan ledakan
tawa setiap kali mendengarkanmu bercerita layaknya tokoh-tokoh stand up di televisi, Raditya Dika misalnya. Aku tak
pernah bosan meskipun topik yang kita bahas hanya itu-itu saja. Kamu humoris,
kamu pandai mencairkan suasana, kamu pandai bercerita.
Lalu
sekarang, rasanya sudah begitu lama aku tak mengetahui lagi tentang hidupmu.
Boleh aku menyapamu di sini?
Hai,
Bagaimana kabarmu?
Yang
aku tahu sekarang hanya—kau sudah bahagia dengan orang lain. Lebih bahagia bila
dibandingkan masih bersamaku. Itu bukan kesalahanmu, sama sekali bukan. Justru
aku lah yang merasa bersalah sebab aku tak bisa membuatmu nyaman dan
berbahagia. Lalu sudah sejauh mana hubunganmu dengannya? Begitu istimewanya
perempuan itu sampai benar-benar membuatmu begitu jatuh cinta kepadanya?
Aku
tidak lagi secengeng dulu, saat kau pergi meninggalkan aku. Aku sudah kebal
dihantam rindu, terlebih aku sudah kebal ketika melihat foto-fotomu yang kau
pamerkan di sosial media bersama pacar barumu. Aku sudah kebal. Namun sering
muncul pertanyaan-pertanyaan retoris, apakah kau benar-benar mencintai
perempuan itu? Apakah kau masih ingat denganku?
Berbicara
soal kenangan, mestinya kita tidak boleh terlarut berkepanjangan kan? Kita
harus melangkah maju untuk melanjutkan kehidupan. Tidak terpaku pada satu titik
yang membuat kita selalu menengok ke belakang dan berdiri tanpa tujuan. Beberapa
hal memang lebih baik tidak terjawab, dan yang tidak terjawab pun kadang adalah
sebuah jawaban. Detik selalu berpacu ke depan dan aku tidak ingin berjalan
mundur dan tertinggal jauh, lalu terjebak dalam muara kesedihan yang
mengorbankan kebahagiaan.
Jadi, aku sudah
melangkahkan kakiku ke depan. Meninggalkan satu per satu hal yang berkorelasi
dengan kita. Menanggalkan kenangan indah dan menghancurkan narasi bahagia
yang pernah kita buat di bawah langit sore saat senja datang.
Dan bila suatu
hari kita bertemu dan ingatanmu kembali, ku mohon jangan ada benci yang membuat
kita menjadi asing. Aku ingin kita saling memamerkan senyum bahagia. Aku
mau kita sama-sama bertukar cerita tentang pengalaman selama kita tidak
berjumpa. Sebenarnya aku tidak berharap besar, namun sudikah kiranya ku harap
kita menjadi dua orang yang mengakhiri peluk untuk kisah yang
penuh kasih sebagai sahabat. Aku masih menanamkan kepercayaan, walaupun di
dalam kepalamu tidak ada secuil pun ingatan tentang aku, tapi di relung hatimu,
aku masih ada. Iya, aku masih ada.